PROPOSAL
KONSEP ADIL DALAM POLIGAMI ANALISIS PENDAPAT M. QURAISH SHIHAB
A.
Latar Belakang Masalah
Salah satu masalah yang sejak dahulu
sampai sekarang tetap menjadi perdebatan di kalangan ahli hukum Islam adalah
poligami. Banyak kalangan menolak kebolehan hukum poligami karena dianggap
tidak adil dan mendeskriminasikan salah satu pihak, terutama perempuan. Dalam
tata hukum Indonesia, persoalan poligami diatur dalam Kompilasi Hukum Islam.
Didalamnya memuat berbagai macam syarat yang harus dipenuhi seorang suami ketika
hendak melakukan poligami yaitu pasal 55-59. Dari syarat-syarat yang ditetapkan
dapat dilihat bahwa melakukan poligami bukanlah hal yang mudah karena syaratnya
yang sangat ketat. Walau begitu, praktik poligami di Indonesia tetap marak
terjadi.
Dari sudut pandang terminologi,
poligami berasal dari bahasa Yunani, diamana kata poly berarti banyak
dan gamien berarti kawin. Kawin banyak disini berarti seorang pria kawin
dengan beberapa wanita atau sebaliknya seorang wanita kawin dengan lebih dari
satu pria atau sama-sama banyak pasangan pria dan wanita yang mengadakan
transaksi perkawinan.[1]
Dalam pengertian yang umum terjadi,
pengertian poligami adalah dimana seorang suami memiliki lebih dari seorang
istri. Dalam praktiknya, biasanya seorang pria kawin dengan seorang wanita
seperti layaknya perkawinan monogamy, kemudian setelah berkeluarga dalam
beberapa tahun pria tersebut kawin lagi dengan istri keduanya tanpa menceraikan
istri pertamanya.
Diantara ayat al-Qur’an yang paling
popular membicarakan kasus poligami adalah QS. An-Nisa’ ayat 3 :
÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz wr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz wr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷r& 4 y7Ï9ºs #oT÷r& wr& (#qä9qãès? ÇÌÈ
Dan jika kamu takut tidak dapat
berlaku adil terhadap ( hak-hak)perempuan yang yatim ( bilamana kamu
mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi, dua,
tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu
adalah lebih dekt kepada tidak berbuat aniaya.[2]
Surat ini turun setelah perang Uhud,
di mana banyak sekali pejuang muslim yang gugur, yang mengakibatkan banyak
istri menjadi janda dan anak menjadi yatim. Dari persoalan tersebut maka
perkawinan adalah satu-satunya jalan untuk memecahkan persoalan tersebut.
Sebagai akibatnya banyak perkawinan poligami dengan tujuan melindungi
janda-janda dan anak yatim yang terlantar.
Walaupun jika dilihat dari asbabun
nuzulnya ayat tersebut sudah cukup jelas, namun hukum poligami sampai saat
ini masih diperdebatkan antara yang mendukung dan yang menentang. Pendapat
hukum poligami secara garis besar dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu: pertama,
mereka yang membolehkan poligami secara mutlak (didukung mayoritas ulama
klasik). Kedua, mereka yang melarang poligami secara mutlak. Ketiga,
mereka yang memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat dan dalam
kondisi–kondisi tertentu. Kalangan pendukung poligami menganggap bahwa poligami
merupakan sunnah, sebagaimana ditegaskan di dalam al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat
2-3. Mereka juga melihat fakta historis bahwa Rasulullah SAW melakukan praktek
poligami, sehingga bagi mereka poligami diperbolehkan (bahkan disunnahkan)
sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah.
Muhammad Shahrur memahami ayat
tersebut bahwa Allah SWT bukan hanya sekedar memperbolehkan poligami, tetapi
Allah sangat menganjurkannya, namun dengan dua syarat yang harus terpenuhi,
pertama, bahwa istri kedua, ketiga dan keempat itu adalah janda yang memiliki
anak yatim. Kedua, harus terdapat rasa khawatir tidak dapat berlaku adil kepada
anak yatim. Sebaliknya, jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi maka
perintah poligami menjadi gugur.[3]
Adapun kelompok yang menolak
menentang poligami berpendapat bahwa sepanjang hayatnya, Nabi lebih lama
bermonogami daripada berpoligami. Nabi setia bermonogami di tengah-tengah
masyarakat yang mengannggap poligami adalah lumrah. Rumah tangga Nabi SAW
bersama istri tunggalnya, Khadijah binti Khuwalid RA, berlangsung selama 28
tahun. Baru kemudian dua tahun sepeninggal Khadijah Nabi berpoligami. Itupun
dijalani hanya sekitar delapan tahun dari sisa hidup beliau. Dalam menelusuri
kitab Jami’al-Ushul karya Imam Ibn Al-Atsir dapat di ketemukan bukti
bahwa poligami Nabi adalah media untuk menyelesaikan persoalan sosial saat itu,
ketika lembaga sosial yang ada belum cukup kukuh untuk memberi solusi. Selain
itu penolakan poligami biasanya dilakukan dengan berbagai macam argumentasi
baik bersifat normative, psikologis, atau dikaitkan dengan ketidakadilan
gender.
Praktik poligami sebenarnya sudah
jauh sejak sebelum Islam datang, hal tersebut memungkinkan terjadinya
perkawinan dengan jumlah istri yang membengkak hingga belasan. Saat Islam
datang, turun aturan yang membatasi maksimal empat orang saja, dengan syarat
ketat bagi sejumlah pemikir muslim tidak mungkin bisa terpenuhi oleh seorang
laki-laki karena sangat menekankan asas keadilan.
Beberapa pendapat menyatakan asas
keadilan bukan sekedar keadilan kuantitatif semacam pemberian materi atau waktu
gilir antar-istri, tapi mencakup keadilan kualitatif (kasih sayang yang
merupakan fondasi dan filosofi utama kehidupan rumah tangga). Pendapat ini
didukung oleh al-Dhahak serta golongan ulama lainnya yang menyatakan bahwa
maksud adil dalam poligami adalah adil dalam segala hal, baik dalam hal materi
maupun imateri. Seorang suami dituntut adil dalam hal kecintaan, kasih sayang,
nafkah, rumah, giliran menginap dan semacamnya.
Pendapat senada juga dilontarkan
Sayyid Qutub. Menurutnya poligami merupakan suatu perbuatan rukshah.
Karena merupakan rukhsah, maka bisa dilakukan hanya dalam keadaan darurat yang
benar-benar mendesak. Kebolehan ini disyaratkan bisa berbuat adil terhadap
istri-istri. Keadilan yang dituntut disini termasuk dalam bidang nafkah,
muamalat, pergaulan serta pembagian malam. Sedang bagi calon suami yang bisa
berbuat adil, maka diharuskan cukup satu saja. Sementara bagi yang bisa berbuat
adil terhadap istrinya, boleh poligami dengan maksimal hanya empat orang istri.
Pendapat yang sama juga dinyatakan
Mahmud Muhammad Thaha dalam bukunya yang berjudul Ar-Risalah ats-Tsaniyah
min al-Islam. Ia berpendapat bahwa keadilan dalam poligami adalah sesuatu
yang sangat sulit diwujudkan karena tidak hanya mencakup kebutuhan materi,
namun juga keadilan dalam mendapat kecendrungan hati.[4]
Pandangan yang sama tentang sulitnya
berbuat adil dalam poligami juga dilontarkan sebagian feminis muslim seperti
Musdah Mulia. Lebih jauh menurutnya poligami dilarang atas dasar efek-efek
negatif yang ditimbulkannya (haram li ghayrih) karena al-Qur’an bertolak
dari pengandaian syarat keadilan terhadap para istri yang tidak mungkin
terwujud. Klaim ini didasarkan QS. An-Nisa’ ayat 129. Hal ini dikritik M.
Quraish Shihab[5]
karena mengabaikan pemahaman yang utuh terhadap ayat tersebut.
Berbeda dengan beberapa pendapat di
atas, terdapat pula pendapat yang menyatakan bahwa keadilan dalam poligami
hanya dalam kebutuhan materi. Sementara dalam masalah imateri, perlakuan tidak
adil bisa ditolerir. Pendapat ini didasarkan pada hadist Nabi SAW yakni ketika
beliau merasa berdosa tidak mampu berbuat adil kepada para istri beliau. Ya
Allah, inilah kemampuanku dan janganlah engkau bebankan aku kepada sesuatu yang
tidak aku mampu.[6]
Perbedaan pendapat tentang konsep
adil dalam poligami ini menarik untuk dikaji terutama jika dilihat dari
perspektif seorang ahli tafsir al-Qur’an. Hal tersebut dikarenakan semua
pendapat yang telah dikemukakan dan akhirnya menjadi hukum diantaranya berasal
dari dalil-dalil al-Qur’an yang doterjemahkan dengan metodenya masing-masing.
M. Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan al-Qur’an menjelaskan bahwa surat
an-Nisa’ ayat 3 secara ekpilisit menyatakan bahwa seorang suami boleh beristri
lebih dari seorang sampai batas maksimal empat orang dengan syarat mampu
berlaku adil terhadap istri-istrinya. Ayat ini melarang menghimpun dalam saat
yang sama lebih dari empat orang istri bagi seseorang pria. Ketika turun ayat
ini, Rasulullah SAW memerintahkan semua pria yang memiliki lebih dari empat
istri agar segera menceraikan istri-istrinya sehingga maksimal setiap orang
hanya memperistrikan empat orang wanita.[7]
Lebih lanjut M. Quraish Shihab
menegaskan bahwa ayat ini tidak membuat satu peraturan tentang poligami, karena
poligami telah dikenal dan dilaksanakan oleh syariat agama dan adat istiadat
sebelum ini. Ayat ini juga tidak mewajibkan poligami dan menganjurkanya namun
hanya berbicara tentang bolehnya poligami, dan itupun merupakan pintu darurat
kecil yang hanya dilalui saat amat diperlukan dan dengan syarat yang tidak
ringan.[8]
Dalam sebuah diskusi yang
ditayangkan di sebuah stasiun televise swasta M. Quraish Shihab juga
mengungkapkan pentingnya asas keadilan dalam poligami. Ia menitik beratkan
keadilan sebagai sebuah syarat yang harus dipenuhi ketika seseorang suami
hendak melakukan poligami. Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa M.
Quraish Shihab bukan termasuk pada golongan yang menentang poligami akan tetapi
membolehkannya dengan catatan-catatan diantaranya asas keadilan.
Lalu bagaimanakah keadilan yang
dimaksud M. Quraish Shihab? Apakah asas keadilan dalam poligami yang ia maksud
hanya menyangkut aspek materi atau imateri? Bagaimana pula metedologi M.
Quraish Shihab dalam konsep adil poligami?
Penulis merasa tertarik untuk
menggali secara lebih dalam tentang konsep keadilan poligami menurut M. Quraish
Shihab karena beliau adalah seorang ahli tafsir yang selama ini banyak
memberikan kontribusi bagi dunia keilmuwan islam. Melalui beberapa karya
besarnya seperti tafsir Al-Misbah, Wawasan al-Qur’an dan Membumikan
Al-Qur’an, kita dapat melihat sosok M. Quraish Shihab sebagai seorang ulama
yang memiliki pengetahuan yang luas dan salah satu sosok ulama yang concern di
bidang penafsiran menuju kemaslahatan umat. Oleh karena itu penulis tertarik
untuk meneliti dan mengangkat permasalahan ini dengan kajian karya ilmiah
dengan judul “KONSEP ADIL DALAM POLIGAMI ANALISIS PENDAPAT M. QURAISH SHIHAB”
B.
Rumusan Masalah
Karena begitu luasnya pembahasan ini maka dibatasi pada analisa konsep keadilan dalam poligami menurut pendapat M. Quraish Shihab dan
metedologi pemikiran M. Quraish Shihab dalam konsep adil poligami.
C.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut
dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
konsep adil dalam poligami meurut M. Quraish Shihab?
2.
Bagaimana
metedologi pemikiran M. Quraish Shihab dalam konsep adil dalm poligami?
D.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.
Tujuan penelitian
a.
Untuk
mengetahui dan memahami secara utuh makna konsep adil dalam pandangan pemikiran
M. Quraish Shihab.
b.
Guna
mengetahui kerangka metedologi pemikiran M. Quraish Shihab .
2.
Kegunaan penelitian
a.
Sebagai
sumbangan dalam memperkaya khasanah penelitian yang berkaitan dengan masalah
perkawinan poligami.
b.
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberi pengaruh positif dan representif,
obyektif bagi upaya perbaikan sistem dan pranata sosial yang adil dan lebih
bernilai kemanusiaan.
c.
Untuk
memenuhi syarat penyelesaian Studi S.1 di Fakultas Syariah Dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
E.
Telaah Pustaka
Untuk mengetahui lebih jelas tentang
penelitian ini, kiranya penting untuk mengetahui penelitian terdahulu yang
terkait dengan penelitian ini baik secara teori maupun kontribusi keilmuan.
Diantaranya buku karangan Khoiruddin
Nasution yang berjudul Tentang Wanita buku tersebut juga mengulas poligami
menurut pemikiran Fazlur Rahman.
Supardi Mursalin dalam bukunya
Menolak Poligami: Studi tentang Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Islam. Dalam
karya ini, Supari Mursalin menjelaskan tentang maraknya praktek poligami secara
sembunyi-sembunyi di kalangan masyarakat. Fenomena ini muncul karena lemahnya
pemahaman masyarakat terhadap Undang-Undang perkawinan. Buku ini juga
menjelaskan tentang kedudukan izin poligami menurut undang-undang perkawinan
maupun hukum islam, pembatalan perkawinan menurut undang-undang perkawinan dan
hukum islam dan sanksi pidana pelanggaran poligami tanpa izin.
Beberapa buku yang ditulis sendiri
oleh M. Quraish Shihab wawasan al-Qu’an yang mengatakan bahwa poligami hanyalah
seperti pintu darurat kecil yang hanya dilalui saat amat diperlukan syarat adil
yang tidak ringan dan beberapa karya M. Quraish Shihab lainnya.
F.
Metode Penelitian
1.
Jenis
Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian library research, yaitu
penelitian yang membatasi kegiatannya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan
saja tanpa memerlukan riset lapangan.
2.
Sumber
Data
Karena penelitian ini merupakan studi terhadap pemikiran seorang
tokoh maka data-data yang dipergunakan lebih menggunakan data pustaka. Ada dua
macam data yang dipergunakan, yakni data primer dan data sekunder.
a.
Data
Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari objek yang diteliti.
Jadi data primer dalam penelitian ini adalah buah pikiran M. Quraish Shihab
yang dituangkan dalam buku yang ditulis langsung oleh M. Quraish Shihab
sendiri.
b.
Data
Sekunder
Data Sekunder adalah data sudah tersedia sehingga peneliti tunggal
mencari dan mengumpulkan untuk digunakan sebagai pendukung data primer. Pada
umumnya data sekunder ini sebagai penunjang data primer. Dalam hal ini seluruh
karya, buku, artikel yang berkaitan dengan pokok penelitian serta interpertasi
pihak lain terhadap pemikiran M. Quraish Shihab termasuk ke dalam data
sekunder.
3.
Metode
Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode dokumentasi. Disini penulis bermaksud mencari data mengenai hal-hal
variable berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah dan lain-lain
yang terkait dengan penelitian.
4.
Metode
Analisis Data
Berdasarkan data yang diperoleh untuk menyusun dan menganalisa data
yang terkumpul maka penulis memakai metode Deskriptif Analitik yaitu dengan
cara menganalisa data yang ditelit dengan memaparkan data tersebut kemudian
diperoleh kesimpulan. Metode deskriptif analitik ini penulis gunakan untuk
melakukan pelacakan dan analisa terhadap pemikiran, biografi dan kerangka
metedologis pemikiran M. Quraish Shihab. Selain itu metode ini juga akan
penulis gunakan ketika mengambarkan dan menganalisa pemikiran M. Quraish Shihab
tentang konsep adil dalam poligami.
Untuk mempertajam analisis, metode content analysis (analisi isi)
juga penulis gunakan. Analisis isi digunakan melalui proses mengkaji data yang
diteliti.
G.
Sistematika Penulisan
Bab I berisi Pendahuluan yang
didalamnya memuat Latar Belakang, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan
Kegunaan Penelitian, Telaah Pustaka, Metode Penelitian serta Sistematika
Penulisan.
Bab II menjelaskan tentang biografi
M. Quraish Shihab seperti riwayat hidup M. Quraish Shihab, pendidikan M.
Quraish Shihab, metode ijtihad M. Quraish Shihab serta karya-karya M. Quraish
Shihab.
Bab III menjelaskan pemikiran M.
Quraish Shihab Mengenai teori Keadilan dalam poligami dan konsep keadilan dalam
poligami, serta metedologi pemikiran M. Quraish Shihab dalam keadilan poligami.
Bab IV Analisis Konsep Adil poligami
menurut M. Quraish Shihab. Dalam hal ini penulis memaparkan Analisis metedologi
pemikiran M. Quraish Shihab dalam kosep adil dalam poligami dan Analisis konsep
adil dalam poligami menurut M. Quraish Shihab.
Bab V merupakan akhir dari
pembahasan skripsi ini yang meliputi Kesimpulan, Saran-Saran dan penutup.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Bibit Suprapto, Liku-Liku Poligami, Yoyakarta: Al-Kautsar,
1990.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, Semarang:
CV. Toha Putra Semarang, 1996,
Dr.Abu Yasid, Fiqh Realitas, Yokyakarta: Pustaka Pealajar,
2005,
Mahmud Muhammad Thoha, Arus Balik Syariah, Yokyakarta: LKis,
2003,
Muhammad Shahrur (Terjemahan Shahiron Syamsudin dan Burhanuddin), Metedologi
Fiqh Islam Kontemporer, Yokyakarta: eLSAQ,
M. Quraish Shihab, Perempuan, Bandung: Mizan, 2007,
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 2007,
[1] Bibit Suprapto,
Liku-Liku Poligami, Yoyakarta: Al-Kautsar, 1990. H. 11.
[2]
Departemen
Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, Semarang: CV. Toha Putra
Semarang, 1996, h. 61.
[3]
Muhammad
Shahrur (Terjemahan Shahiron Syamsudin dan Burhanuddin), Metedologi Fiqh
Islam Kontemporer, Yokyakarta: eLSAQ, h. 428.
[4]
Mahmud Muhammad
Thoha, Arus Balik Syariah, Yokyakarta: LKis, 2003, h. 169.
[5]
M. Quraish
Shihab, Perempuan, Bandung: Mizan, 2007, h. 175.
[6]
Dr.Abu Yasid, Fiqh
Realitas, Yokyakarta: Pustaka Pealajar, 2005, h. 353.
[7]
M. Quraish
Shihab, Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 2007, h. 264.
[8]
Ibid,
h. 265