Jumat, 07 April 2017

0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

SKRIPSI KONSEP ADIL DALAM POLIGAMI ANALISIS PENDAPAT M. QURAISH SHIHAB



PROPOSAL
KONSEP ADIL DALAM POLIGAMI ANALISIS PENDAPAT M. QURAISH SHIHAB
A.    Latar Belakang Masalah
Salah satu masalah yang sejak dahulu sampai sekarang tetap menjadi perdebatan di kalangan ahli hukum Islam adalah poligami. Banyak kalangan menolak kebolehan hukum poligami karena dianggap tidak adil dan mendeskriminasikan salah satu pihak, terutama perempuan. Dalam tata hukum Indonesia, persoalan poligami diatur dalam Kompilasi Hukum Islam. Didalamnya memuat berbagai macam syarat yang harus dipenuhi seorang suami ketika hendak melakukan poligami yaitu pasal 55-59. Dari syarat-syarat yang ditetapkan dapat dilihat bahwa melakukan poligami bukanlah hal yang mudah karena syaratnya yang sangat ketat. Walau begitu, praktik poligami di Indonesia tetap marak terjadi.
Dari sudut pandang terminologi, poligami berasal dari bahasa Yunani, diamana kata poly berarti banyak dan gamien berarti kawin. Kawin banyak disini berarti seorang pria kawin dengan beberapa wanita atau sebaliknya seorang wanita kawin dengan lebih dari satu pria atau sama-sama banyak pasangan pria dan wanita yang mengadakan transaksi perkawinan.[1]
Dalam pengertian yang umum terjadi, pengertian poligami adalah dimana seorang suami memiliki lebih dari seorang istri. Dalam praktiknya, biasanya seorang pria kawin dengan seorang wanita seperti layaknya perkawinan monogamy, kemudian setelah berkeluarga dalam beberapa tahun pria tersebut kawin lagi dengan istri keduanya tanpa menceraikan istri pertamanya.
Diantara ayat al-Qur’an yang paling popular membicarakan kasus poligami adalah QS. An-Nisa’ ayat 3 :
÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ #oT÷Šr& žwr& (#qä9qãès? ÇÌÈ
Dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap ( hak-hak)perempuan yang yatim ( bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekt kepada tidak berbuat aniaya.[2]
Surat ini turun setelah perang Uhud, di mana banyak sekali pejuang muslim yang gugur, yang mengakibatkan banyak istri menjadi janda dan anak menjadi yatim. Dari persoalan tersebut maka perkawinan adalah satu-satunya jalan untuk memecahkan persoalan tersebut. Sebagai akibatnya banyak perkawinan poligami dengan tujuan melindungi janda-janda dan anak yatim yang terlantar.
Walaupun jika dilihat dari asbabun nuzulnya ayat tersebut sudah cukup jelas, namun hukum poligami sampai saat ini masih diperdebatkan antara yang mendukung dan yang menentang. Pendapat hukum poligami secara garis besar dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu: pertama, mereka yang membolehkan poligami secara mutlak (didukung mayoritas ulama klasik). Kedua, mereka yang melarang poligami secara mutlak. Ketiga, mereka yang memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat dan dalam kondisi–kondisi tertentu. Kalangan pendukung poligami menganggap bahwa poligami merupakan sunnah, sebagaimana ditegaskan di dalam al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 2-3. Mereka juga melihat fakta historis bahwa Rasulullah SAW melakukan praktek poligami, sehingga bagi mereka poligami diperbolehkan (bahkan disunnahkan) sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah.
Muhammad Shahrur memahami ayat tersebut bahwa Allah SWT bukan hanya sekedar memperbolehkan poligami, tetapi Allah sangat menganjurkannya, namun dengan dua syarat yang harus terpenuhi, pertama, bahwa istri kedua, ketiga dan keempat itu adalah janda yang memiliki anak yatim. Kedua, harus terdapat rasa khawatir tidak dapat berlaku adil kepada anak yatim. Sebaliknya, jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi maka perintah poligami menjadi gugur.[3]
Adapun kelompok yang menolak menentang poligami berpendapat bahwa sepanjang hayatnya, Nabi lebih lama bermonogami daripada berpoligami. Nabi setia bermonogami di tengah-tengah masyarakat yang mengannggap poligami adalah lumrah. Rumah tangga Nabi SAW bersama istri tunggalnya, Khadijah binti Khuwalid RA, berlangsung selama 28 tahun. Baru kemudian dua tahun sepeninggal Khadijah Nabi berpoligami. Itupun dijalani hanya sekitar delapan tahun dari sisa hidup beliau. Dalam menelusuri kitab Jami’al-Ushul karya Imam Ibn Al-Atsir dapat di ketemukan bukti bahwa poligami Nabi adalah media untuk menyelesaikan persoalan sosial saat itu, ketika lembaga sosial yang ada belum cukup kukuh untuk memberi solusi. Selain itu penolakan poligami biasanya dilakukan dengan berbagai macam argumentasi baik bersifat normative, psikologis, atau dikaitkan dengan ketidakadilan gender.
Praktik poligami sebenarnya sudah jauh sejak sebelum Islam datang, hal tersebut memungkinkan terjadinya perkawinan dengan jumlah istri yang membengkak hingga belasan. Saat Islam datang, turun aturan yang membatasi maksimal empat orang saja, dengan syarat ketat bagi sejumlah pemikir muslim tidak mungkin bisa terpenuhi oleh seorang laki-laki karena sangat menekankan asas keadilan.
Beberapa pendapat menyatakan asas keadilan bukan sekedar keadilan kuantitatif semacam pemberian materi atau waktu gilir antar-istri, tapi mencakup keadilan kualitatif (kasih sayang yang merupakan fondasi dan filosofi utama kehidupan rumah tangga). Pendapat ini didukung oleh al-Dhahak serta golongan ulama lainnya yang menyatakan bahwa maksud adil dalam poligami adalah adil dalam segala hal, baik dalam hal materi maupun imateri. Seorang suami dituntut adil dalam hal kecintaan, kasih sayang, nafkah, rumah, giliran menginap dan semacamnya.
Pendapat senada juga dilontarkan Sayyid Qutub. Menurutnya poligami merupakan suatu perbuatan rukshah. Karena merupakan rukhsah, maka bisa dilakukan hanya dalam keadaan darurat yang benar-benar mendesak. Kebolehan ini disyaratkan bisa berbuat adil terhadap istri-istri. Keadilan yang dituntut disini termasuk dalam bidang nafkah, muamalat, pergaulan serta pembagian malam. Sedang bagi calon suami yang bisa berbuat adil, maka diharuskan cukup satu saja. Sementara bagi yang bisa berbuat adil terhadap istrinya, boleh poligami dengan maksimal hanya empat orang istri.
Pendapat yang sama juga dinyatakan Mahmud Muhammad Thaha dalam bukunya yang berjudul Ar-Risalah ats-Tsaniyah min al-Islam. Ia berpendapat bahwa keadilan dalam poligami adalah sesuatu yang sangat sulit diwujudkan karena tidak hanya mencakup kebutuhan materi, namun juga keadilan dalam mendapat kecendrungan hati.[4]
Pandangan yang sama tentang sulitnya berbuat adil dalam poligami juga dilontarkan sebagian feminis muslim seperti Musdah Mulia. Lebih jauh menurutnya poligami dilarang atas dasar efek-efek negatif yang ditimbulkannya (haram li ghayrih) karena al-Qur’an bertolak dari pengandaian syarat keadilan terhadap para istri yang tidak mungkin terwujud. Klaim ini didasarkan QS. An-Nisa’ ayat 129. Hal ini dikritik M. Quraish Shihab[5] karena mengabaikan pemahaman yang utuh terhadap ayat tersebut.
Berbeda dengan beberapa pendapat di atas, terdapat pula pendapat yang menyatakan bahwa keadilan dalam poligami hanya dalam kebutuhan materi. Sementara dalam masalah imateri, perlakuan tidak adil bisa ditolerir. Pendapat ini didasarkan pada hadist Nabi SAW yakni ketika beliau merasa berdosa tidak mampu berbuat adil kepada para istri beliau. Ya Allah, inilah kemampuanku dan janganlah engkau bebankan aku kepada sesuatu yang tidak aku mampu.[6]
Perbedaan pendapat tentang konsep adil dalam poligami ini menarik untuk dikaji terutama jika dilihat dari perspektif seorang ahli tafsir al-Qur’an. Hal tersebut dikarenakan semua pendapat yang telah dikemukakan dan akhirnya menjadi hukum diantaranya berasal dari dalil-dalil al-Qur’an yang doterjemahkan dengan metodenya masing-masing. M. Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan al-Qur’an menjelaskan bahwa surat an-Nisa’ ayat 3 secara ekpilisit menyatakan bahwa seorang suami boleh beristri lebih dari seorang sampai batas maksimal empat orang dengan syarat mampu berlaku adil terhadap istri-istrinya. Ayat ini melarang menghimpun dalam saat yang sama lebih dari empat orang istri bagi seseorang pria. Ketika turun ayat ini, Rasulullah SAW memerintahkan semua pria yang memiliki lebih dari empat istri agar segera menceraikan istri-istrinya sehingga maksimal setiap orang hanya memperistrikan empat orang wanita.[7]
Lebih lanjut M. Quraish Shihab menegaskan bahwa ayat ini tidak membuat satu peraturan tentang poligami, karena poligami telah dikenal dan dilaksanakan oleh syariat agama dan adat istiadat sebelum ini. Ayat ini juga tidak mewajibkan poligami dan menganjurkanya namun hanya berbicara tentang bolehnya poligami, dan itupun merupakan pintu darurat kecil yang hanya dilalui saat amat diperlukan dan dengan syarat yang tidak ringan.[8]
Dalam sebuah diskusi yang ditayangkan di sebuah stasiun televise swasta M. Quraish Shihab juga mengungkapkan pentingnya asas keadilan dalam poligami. Ia menitik beratkan keadilan sebagai sebuah syarat yang harus dipenuhi ketika seseorang suami hendak melakukan poligami. Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa M. Quraish Shihab bukan termasuk pada golongan yang menentang poligami akan tetapi membolehkannya dengan catatan-catatan diantaranya asas keadilan.
Lalu bagaimanakah keadilan yang dimaksud M. Quraish Shihab? Apakah asas keadilan dalam poligami yang ia maksud hanya menyangkut aspek materi atau imateri? Bagaimana pula metedologi M. Quraish Shihab dalam konsep adil poligami?
Penulis merasa tertarik untuk menggali secara lebih dalam tentang konsep keadilan poligami menurut M. Quraish Shihab karena beliau adalah seorang ahli tafsir yang selama ini banyak memberikan kontribusi bagi dunia keilmuwan islam. Melalui beberapa karya besarnya seperti tafsir Al-Misbah, Wawasan al-Qur’an dan Membumikan Al-Qur’an, kita dapat melihat sosok M. Quraish Shihab sebagai seorang ulama yang memiliki pengetahuan yang luas dan salah satu sosok ulama yang concern di bidang penafsiran menuju kemaslahatan umat. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti dan mengangkat permasalahan ini dengan kajian karya ilmiah dengan judul “KONSEP ADIL DALAM POLIGAMI ANALISIS PENDAPAT M. QURAISH SHIHAB”




B.     Rumusan Masalah
Karena begitu luasnya pembahasan ini maka dibatasi pada analisa konsep keadilan dalam poligami menurut pendapat M. Quraish Shihab dan metedologi pemikiran M. Quraish Shihab dalam konsep adil poligami.
C.    Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana konsep adil dalam poligami meurut M. Quraish Shihab?
2.      Bagaimana metedologi pemikiran M. Quraish Shihab dalam konsep adil dalm poligami?
D.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.      Tujuan penelitian
a.       Untuk mengetahui dan memahami secara utuh makna konsep adil dalam pandangan pemikiran M. Quraish Shihab.
b.      Guna mengetahui kerangka metedologi pemikiran M. Quraish Shihab .
2.      Kegunaan penelitian
a.       Sebagai sumbangan dalam memperkaya khasanah penelitian yang berkaitan dengan masalah perkawinan poligami.
b.      Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pengaruh positif dan representif, obyektif bagi upaya perbaikan sistem dan pranata sosial yang adil dan lebih bernilai kemanusiaan.
c.       Untuk memenuhi syarat penyelesaian Studi S.1 di Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
E.     Telaah Pustaka
Untuk mengetahui lebih jelas tentang penelitian ini, kiranya penting untuk mengetahui penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini baik secara teori maupun kontribusi keilmuan.
Diantaranya buku karangan Khoiruddin Nasution yang berjudul Tentang Wanita buku tersebut juga mengulas poligami menurut pemikiran Fazlur Rahman.
Supardi Mursalin dalam bukunya Menolak Poligami: Studi tentang Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Islam. Dalam karya ini, Supari Mursalin menjelaskan tentang maraknya praktek poligami secara sembunyi-sembunyi di kalangan masyarakat. Fenomena ini muncul karena lemahnya pemahaman masyarakat terhadap Undang-Undang perkawinan. Buku ini juga menjelaskan tentang kedudukan izin poligami menurut undang-undang perkawinan maupun hukum islam, pembatalan perkawinan menurut undang-undang perkawinan dan hukum islam dan sanksi pidana pelanggaran poligami tanpa izin.
Beberapa buku yang ditulis sendiri oleh M. Quraish Shihab wawasan al-Qu’an yang mengatakan bahwa poligami hanyalah seperti pintu darurat kecil yang hanya dilalui saat amat diperlukan syarat adil yang tidak ringan dan beberapa karya M. Quraish Shihab lainnya.
F.     Metode Penelitian
1.      Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian library research, yaitu penelitian yang membatasi kegiatannya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan saja tanpa memerlukan riset lapangan.
2.      Sumber Data
Karena penelitian ini merupakan studi terhadap pemikiran seorang tokoh maka data-data yang dipergunakan lebih menggunakan data pustaka. Ada dua macam data yang dipergunakan, yakni data primer dan data sekunder.
a.       Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari objek yang diteliti. Jadi data primer dalam penelitian ini adalah buah pikiran M. Quraish Shihab yang dituangkan dalam buku yang ditulis langsung oleh M. Quraish Shihab sendiri.
b.      Data Sekunder
Data Sekunder adalah data sudah tersedia sehingga peneliti tunggal mencari dan mengumpulkan untuk digunakan sebagai pendukung data primer. Pada umumnya data sekunder ini sebagai penunjang data primer. Dalam hal ini seluruh karya, buku, artikel yang berkaitan dengan pokok penelitian serta interpertasi pihak lain terhadap pemikiran M. Quraish Shihab termasuk ke dalam data sekunder.
3.      Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi. Disini penulis bermaksud mencari data mengenai hal-hal variable berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah dan lain-lain yang terkait dengan penelitian.
4.      Metode Analisis Data
Berdasarkan data yang diperoleh untuk menyusun dan menganalisa data yang terkumpul maka penulis memakai metode Deskriptif Analitik yaitu dengan cara menganalisa data yang ditelit dengan memaparkan data tersebut kemudian diperoleh kesimpulan. Metode deskriptif analitik ini penulis gunakan untuk melakukan pelacakan dan analisa terhadap pemikiran, biografi dan kerangka metedologis pemikiran M. Quraish Shihab. Selain itu metode ini juga akan penulis gunakan ketika mengambarkan dan menganalisa pemikiran M. Quraish Shihab tentang konsep adil dalam poligami.
Untuk mempertajam analisis, metode content analysis (analisi isi) juga penulis gunakan. Analisis isi digunakan melalui proses mengkaji data yang diteliti.
G.    Sistematika Penulisan
Bab I berisi Pendahuluan yang didalamnya memuat Latar Belakang, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Telaah Pustaka, Metode Penelitian serta Sistematika Penulisan.
Bab II menjelaskan tentang biografi M. Quraish Shihab seperti riwayat hidup M. Quraish Shihab, pendidikan M. Quraish Shihab, metode ijtihad M. Quraish Shihab serta karya-karya M. Quraish Shihab.
Bab III menjelaskan pemikiran M. Quraish Shihab Mengenai teori Keadilan dalam poligami dan konsep keadilan dalam poligami, serta metedologi pemikiran M. Quraish Shihab dalam keadilan poligami.
Bab IV Analisis Konsep Adil poligami menurut M. Quraish Shihab. Dalam hal ini penulis memaparkan Analisis metedologi pemikiran M. Quraish Shihab dalam kosep adil dalam poligami dan Analisis konsep adil dalam poligami menurut M. Quraish Shihab.
Bab V merupakan akhir dari pembahasan skripsi ini yang meliputi Kesimpulan, Saran-Saran dan penutup.
DAFTAR PUSTAKA


DAFTAR PUSTAKA
Bibit Suprapto, Liku-Liku Poligami, Yoyakarta: Al-Kautsar, 1990.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1996,
Dr.Abu Yasid, Fiqh Realitas, Yokyakarta: Pustaka Pealajar, 2005,
Mahmud Muhammad Thoha, Arus Balik Syariah, Yokyakarta: LKis, 2003,
Muhammad Shahrur (Terjemahan Shahiron Syamsudin dan Burhanuddin), Metedologi Fiqh Islam Kontemporer, Yokyakarta: eLSAQ,
M. Quraish Shihab, Perempuan, Bandung: Mizan, 2007,
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 2007,




[1] Bibit Suprapto, Liku-Liku Poligami, Yoyakarta: Al-Kautsar, 1990. H. 11.
[2] Departemen Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1996, h. 61.
[3] Muhammad Shahrur (Terjemahan Shahiron Syamsudin dan Burhanuddin), Metedologi Fiqh Islam Kontemporer, Yokyakarta: eLSAQ, h. 428.
[4] Mahmud Muhammad Thoha, Arus Balik Syariah, Yokyakarta: LKis, 2003, h. 169.

[5] M. Quraish Shihab, Perempuan, Bandung: Mizan, 2007, h. 175.

[6] Dr.Abu Yasid, Fiqh Realitas, Yokyakarta: Pustaka Pealajar, 2005, h. 353.
[7] M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 2007, h. 264.

[8] Ibid, h. 265

    Blogger news

    selamat datang di blog yang penuh dengan cinta dan cita yang saya curahkan di dalamnya semoga bermanfaat

    Blogroll

    About

    ”Jika masa anda disibukkan mencari yang sempurna, kapan anda akan menyempurnakan diri”