TUGAS KELOMPOK DOSEN
PEMBIMBING
PERBANKAN SYARIAH AMRUL
MUZAN M.A
HUKUM KELEMBAGAAN DAN ORGANISASI
PERBANKAN SYARIAH
DISUSUN OLEH
Arif Dwi Septian
Amaluddin
Alim M. fajri andi nur
Wan M. fadli
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
PEKANBARU-RIAU
2015
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Segala Puji
Bagi Allah SWT, yang Maha Melihat dan Maha Mengetahui atas Segala Nikmat dan
Karunia terhadap hamba-Nya. Dan Sholawat Salam Semoga Tercurah Kepada Baginda
Rasulullah SAW yang mana telah membawa Ummatnya dari Alam kegelapan menuju alam
yang penuh dengan Ilmu Pengetahuan.Dan dengan
Alhamdulillah Penulis Ucapkan karena telah menyelesaikan Penulisan
Makalah sosiologi keluarga yang berjudul “Hukum kelembagaan dan organisasi perbankan syariah” ini dengan didampingi literature yang ada dan bantuan teman-teman seperjuangan.
Dan dalam
penulisan makalah tersebut Penulis sangat menyadari adanya kekurangan dan
kekhilafan dan Penulis juga berharap Pembaca dapat memberikan kritik dan Saran.
Dan Semoga makalah Ini dapat bermanfaat bagi Pembaca dan dapat menambah wawasan
dan Ilmu Pengetahuan bagi Penulis Sendiri.
BAB I
PENDAHULUAN
Pasca
krisis moneter (1998) bank syariah mulai dikenal orang bahkan di kalangan bank
konvensional. Kendati bank syariah di Indonesia telah berdiri sejak 1992.
Krisis moneter yang menghancurkan beberapa bank konvensional membuat para
banker mulai berfikir dan mencari alternatif 1 yaitu bank syariah mandiri, anak
perusahaan bank mandiri.
Dalam
waktu 10 tahun bank syariah mengalami perkembangan signifikan bank syariah
menawarkan berbagai produk dan jasa bank berdasarkan prinsip syariah islam.
Namun demikian, nasabah bank syariah tidak hanya kalangan muslim saja, akan
tetapi datang dari berbagai agama oleh karena itu bank syariah terpacu untuk
meningkatkan pelayanan kepada nasabah agar mampu bersaing dengan bank
kenvensioanl yang telah dahulu menguasai pasar.
BAB II
PEMBAHASAN
Perkembangan perbankan yang di dasarkan kepada
konsep dan perinsip ekonomi islam merupakan suatu inovasi dalam system
perbankan internasional. Meskipun telah lama menjadi wacana pada kalangan
publik dan para ilmuwan muslim maupun nonmuslim, namun pendirian institusi bank
islam secara komersial dan formal belum lama terwujud. Salah satu bank terbesar
di Negara-negara arab misalnya bank islam Faisal di Sudan dan Mesir, pertama
berdiri pada tahun 1977 (naser dan moutinho,1977). Sementara di kawasan Asia
Tenggara bank islam Malaysia Berhad telah didirikan pada tahun 1983. Di
Indonesia bank islam pertama adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang telah
berdiri pada tahun 1992. Dalam kaitan ini terdapat dua hal yang mendorong
eksistensi dan perkembangan perbankan islam adalah munculnya keinginan dan
kebutuhan masyarakat serta keunggulan dan kelebihan yang dimiliki bank syariah.[1]
Menurut ketentuan yang tercantum di dalam peraturan
bank Indonesia nomor 2/8/PBI/2000, pasal 1 bank syariah adalah “bank umum sebagaimana
yang dimaksud dalam undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan dan
telah diubah, dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 yang melakukan kegiatan
usaha berdasarkan perinsip syariat islam termasuk unit usaha syariah dan kantor
cabang bank asing yang melakukan kegiatan bank usaha berdasarkan prinsip
syariat islam. Adapun yang dimaksud deng unit usaha syariat adalah unit kerja
di kantor pusat bank konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari
kantor cabang syariah.
Sistem bank islam menawarkan fungsi dan jasa yang
sama dengan sistem bank konvensional meskipun diikat oleh prinsip-prinsip
islam. Prinsip syariah di dalam bank islam adalah aturan perjanjian berdasarkan
hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan
kegiatan usaha atau kegiatan lainnya sesuai dengan islam.
Kegiatan
bank islam antara lain pembiyaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah),
pembiyaan berdasarkan prinsip usaha patungan (musyarakah), jual beli
barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiyaan barang
modal berdasarkan prinsio sewa (ijarah).
Definisi
bank islam yang disetujui oleh general Secretariat of the Organization of
the Islamic Conference (OIC), sebagai berikut:
1.
“… Bank islam adalah institusi keuangan yang dimiliki oleh hukum, aturan
dan prosedur sebagai wujud dari komitmen kepada prinsip syariah dan melarang
menerima dan membayar bungan dalam proses operasi yang dijalankan …”
2.
Bank islam adalah: “Bisnis bank islam berarti bisnis bank yang memiliki
tujuan dan operasi tidak memasukan elemen yang tidak diijinkan oleh agama
islam…”
Dari difinisi di atas dapat disimpulkan bahwa
institusi keuangan islam adalah institusi yang berdasarkan prinsip islam. Hal
ini termasuk tetapi tidak terbatas dalam menerapkan prinsip islam berikut.
a.
Menolak adanya bunga (riba)
b.
Melarang gharar (ketidakpastian,resiko,spekulasi)
c.
Fokus pada kegiatan-kegiatan yang halal (yang diizinkan agama)
d.
Secara umum mencari keadilan dan sesuai etika dan tujuan keagamaan.
e.
Pembagian keuntungan dan kerugian antara bank dan konsumen/nasabah.[2]
Perbankan
syariah daam melakuka kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi
ekonomi dan prinsip kehati-hatian kegiatan usaha yang berasaskan prinsip
syariah antara lain adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur oleh
syariat islam seperti Riba, Maisir, Gharar, Haram, Zalim. Dan yang dimaksud
dengan prinsip kehati-hatian adalah pedoman pengelolaan bank yang wajib dianut
guna mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan effisien sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
Tujuan
perbankan syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam
rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
Menurut
UU No.21 tahun 2008 pasal 4 ayat (1), (2), (3), dan (4) memberikan beberapa
fungsi dalam bank syariah sebagai berikut:
a.
Bank syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS) wajib menjalankan fungsi
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.
b.
Bank dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal
yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah atau dana
sosil lainnya dan mnyalurkan kepada organisasi pengelolaan zakat seperti PKPU,
Rumah Zakat, Dompet Dhuafa dan sebagainya.
c.
Bank syariah dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang
dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak
pemberi wakaf (wakif)
Ikatan
akuntan Indonesia di dalam pedoman akuntansi perbankan syariah menjelaskan
bahwa fungsi bank syariah sebagai berikut:
a.
Manager investasi
Bank syariah dapat
mengelola investasi atas dana nasabah dengan menggunakan akad mudharobah
sebagai agen investasi.
b.
Investor
Bank syariah dapat
menginvestasi dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan
padanya dengan menggunakan alat investasi yang sesuai dengan syariah keuntungan
yang diperoleh dibagi secara professional sesuai nisbah yang disepakati antara
bank dan pemilik dana.
c.
Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran
Bank syariah dapat
melakukan kegiatan jasa-jasa layanan perbankan seperti bank non syariah
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
d.
Pengembang fungsi sosial
Bank syariah dapat
memberikan pelayanan sosial zakat dalam bentuk pengelolaan zakat, infaq,
shadaqoh, dan pinjaman kebajikan (qardhul hasan) sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Demi
terbangunnya fodasi yang kokoh bagi pertumbuhan syariah, bank Indonesia (BI)
menerbitkan peraturan bani Indonesia (PBI) nomor 11/3/PBI/2009 atas perubahan
PBI No 7/15/PBI/2005 tentang jumlah modal inti minimum bank. Salah satu poin
pokok dalam peraturan itu adalah permodalan bank syariah terdiri dari syarat
besarnya modal untuk pendirian Bank Umum Syariah (BUS). Pendirian bank umum
baru wajib memenuhi persyaratan permodalan sebagai berikut:
a.
Nilai modal disetor paling kecil Rp. 1.000.000.000.000 (satu triliun).
Adapun kepemilikan asing hanya boleh paling banyak 99 persen dari modal disetor
yang dapat berupa rupiah atau valuta asing. BI juga akan mengeluarkan
persetujuan persetujuan prinsip jika pemilik bank sudah menyetorkan 30 persen
dari modal yang diwajibakan.
b.
Sumber dana modal disetor untuk pendirian bank umum baru tidak boleh
berasal dari dana pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari
bank atau pihak lain di Indonesia.
c.
Sumber dana modal disetor untuk bank baru tersebut tidak boleh berasal
dari sumber yang diharamkan menurut ketentuan syariah termasuk dari dan tujuan
pencucian uang (money laundering).[3]
Perbankan islam memiliki kelembagaan yang agak
berbeda dengan perbankan konvensional. Dalam perbankan islam, bank terbagi
menjadi:
1.
Bank islam
Secara
kelembagaan bank islam di Indonesia dapat dibuka dibagi ke dalam tiga kelompok
yaitu Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS).
a.
Bank Umum Syariah (BUS)
Bank Umum Syariah (BUS)
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip islam yang
dalam kegitannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BUS merupakan
badan usaha yang setara dengan bank umum konvensional dengan bentuk hukum
Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Daerah, atau koperasi. Seperti halnya bank
umum konvensional, BUS dapat berusaha sebagai bank devisa atau bank nondevisa.
b.
Unit Usaha Syariah (UUS)
Unit Usaha Syariah (UUS)
adalah unit kerja di kantor pusat bank umum konvensional yang berfungsi sebagai
kantor induk dari kantor cabang islam dan atau/ unit islam. Dalam struktur
organisasi, UUS berada satu tingkat dibawah direksi bank umum konvensional yang
bersangkutan. UUS dapat berusaha sebagai bank devisa atau bank nondevisa.
Sebagai unit kerja khusus, UUS mempunyai tugas: 1. Mengatur dan
mengawasiseluruh kegiatan kantor cabang islam, 2.melaksanakan fungsi treasury
dalam rangka pengelolaan dan penempatan dana yang bersumber dari kantor cabang
islam.
c.
Bank Pengkreditan Rakyat Syariah
BPRS adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip islam yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPRS merupakan badan usaha
yang setara dengan bank pengkreditan rakyat konvensional dengan bentuk hukum
perseroan terbatas, perusahaan daerah, atau koperasi.
2.
Dewan Islam Nasional
Dewan Islam Nasional
dibentuk oleh Majlis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas dan memiliki
kewenangan untuk memastikan kesesuaian antara produk, jasa, dan kegiatan usaha
lembaga keuangan islam (bank,asuransi,reksadana,modal ventura, dan sebagainya)
dengan prinsip islam. Ada tiga hal yang melatarbelakangi pembentukan DSN, yaitu:
a.
Mewujudkan aspirasi umat islam mengenai masalah perekonomian/keuangan
yang dilaksanakan sesuai dengan tuntutan syariat islam.
b.
Efesiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu isu yang
berhubungan dengan masalah ekonomi/keuangan.
c.
Mendorong penerapan ajaran islam dalam kehidupan ekonomi dan keuangan.
3.
Dewan Pengawas Syariah
Secara ringkas, fungsi DPS
ada empat, yaitu:
a.
Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, UUS dan pimpinan
kantor cabang islam mengenai hal-hal yang berkaitan dengan islam.
b.
Sebagai pengawas aktif dan pasif dari pelaksanaan fatwa DSN serta memberi
pengarahan/pengawasan atau produk/jasa dan kegiatan usaha agar sesuai dengan
prinsip islam.
c.
Sebagai mediator antara bank dan DSN dalam mengomunikasikan usul dan saran
pengembangan bank islam yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya setahun
sekali.
d.
Sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada bank dan wajib melaporkan
kegiatan usaha serta perkembangan bank islam yang diawasinya ke DSN
sekurang-kurangnya setahun sekali.
4.
Badan Arbitrase Syariah Nasional
Basyarnas adalah lembaga
yang menengahi perselisihan antara bank dan nasabahnya sesuai dengan tata cara
dan hukum islam. Lembaga ini pertama kali didirikan bersama oleh kejaksaan
agung republik Indonesia dan majlis ulama Indonesia dengan nama badan arbitrase
syariah nasional. Apabila terjadi perselisihan antara bank dan nasabahnya,
mereka pertama kali biasanya memilih datang ke basyarnas sebelum ke pengadilan
negri karena cara ini lebih effisen dalam hal biaya dan waktu.
5.
Bank Indonesia
Sesuai dengan amanat UU RI
No.23 tahun 1999 tentang bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU RI
No.3 tahun 2004 bahwa dalam rangka pengendalian moneter dengan cara cara yang
termasuk tetapi tidak terbatas pada operasi pasar terbuka (OPT) penetapan
tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum dan pengaturan kredit atau
pembiayaan berlaku juga berdasarkan prinsip islam.
Wujud komitmen bank
Indonesia yang lain terhadap perkembangan perbankan islam adalah dalam bentuk kelembagaan
di bank Indonesia yang semula hanya merupakan bagian atau tim dari direktorat
penelitian dan pengaturan perbankan, akhirnya pada tahun 2001 berdiri sendiri
menjadi biro perbankan islam (BPS) dan seiring dengan perkembangan perbankan
islam yang sangat pesat dengan permasalahan perbankan islam yang semakin
kompleks, BPS ditingkatkan menjadi suatu direktorat penuh pada tahun 2004
menjadi direktorat perbankan islam (DPbS).[4]
BAB III
PENUTUP
Perkembangan perbankan
yang di dasarkan kepada konsep dan perinsip ekonomi islam merupakan suatu
inovasi dalam system perbankan internasional. Meskipun telah lama menjadi
wacana pada kalangan publik dan para ilmuwan muslim maupun nonmuslim, namun
pendirian institusi bank islam secara komersial dan formal belum lama terwujud.
Salah satu bank terbesar di Negara-negara arab misalnya bank islam Faisal di
Sudan dan Mesir, pertama berdiri pada tahun 1977 (naser dan moutinho,1977).
Sementara di kawasan Asia Tenggara bank islam Malaysia Berhad telah didirikan
pada tahun 1983. Di Indonesia bank islam pertama adalah Bank Muamalat Indonesia
(BMI) yang telah berdiri pada tahun 1992. Dalam kaitan ini terdapat dua hal
yang mendorong eksistensi dan perkembangan perbankan islam adalah munculnya
keinginan dan kebutuhan masyarakat serta keunggulan dan kelebihan yang dimiliki
bank syariah.
DAFTAR
PUSTAKA
Veithzal rivai,Islamic banking(Jakarta:bumi aksara,2010
Syarat pendirian bank syariah,PDF